Pagi ini sungguh terasa begitu berbeda dari pagi-pagi sebelumya. Pagi yang akan selalu pagi walaupun sudah siang. Ya, pagi yang selalu menawarkan kesejukan jiwa. Begitu juga dengan nya. Selalu menawarkan fantasi indah dalam setiap kerdipan. Seolah aku di tuntut utuk terseret dan tersesat dalam bola matanya. Sungguh jahat. Dia bukan wanita cantik, itu sih kata otakku. Namun hatiku selalu menyangkalnya, bahkan urat nadi jantungku berani bersumpah jika dia bukan sekedar cantik. Ya, dia istimewa.
Entah ada apa dengan minggu pagi ini, dia hadir di sampingku dengan kopi Tupperwarenya. Yah, aku senang, mengingat aku tak pernah di perlakukan seperhatian ini. Mungkin menurut orang lain ini adalah suatu hal yang biasa. Tapi aku tidak, seorang dia yang entah ada konak apa, tiba-tiba hadir dengan membawa sesuatu yang menurutku special. Yah kopi, silahkan tertawa jika ini lucu.
Kopimu pagi ini terlalu manis, kurang pahit. Maaf, aku terbiasa dengan kepahitan hidup. Dan baru kali ini aku merasakan manisnya hidup. Ketika dia berada tak jauh 30cm dari tubuhku, semua terasa manis. Bahkan tai kucing pun akan terasa legit bila aku di dekatnya. Mungkin aku memang sedang jatuh, dimana - mana yang namanya jatuh pasti lah sakit. Namun berbeda ceritanya jika jatuhku dalam cintanya. Pasti tak lebih sakit dari gigitan dedek imut yang belum tumbuh giginya. Bukannya sakit, yang ada malah geli kan.
Memang harus aku akui, aku tak pernah lihai dalam urusan beginian. Di samping faktor ekonomi, pun juga faktor kegantengan begitu berpengaruh besar dalam hal ini. Ya, Pria kere kurang kerjaan yang mengharapkan balasan cinta dari putri guru sekolahnya dulu. Harapan yang menjulang terlalu tinggi, bahkan angin muson timur pun sungkan menggoyangkan tangkai harapan itu. Mungkin khawatir si bocah kuprut jatuh terlalu dalam. Dan tak sanggup menerima kenyataan. Terima kasih angin. Terima kasih kopi. Terima kasih kamu.
Entah ada apa dengan minggu pagi ini, dia hadir di sampingku dengan kopi Tupperwarenya. Yah, aku senang, mengingat aku tak pernah di perlakukan seperhatian ini. Mungkin menurut orang lain ini adalah suatu hal yang biasa. Tapi aku tidak, seorang dia yang entah ada konak apa, tiba-tiba hadir dengan membawa sesuatu yang menurutku special. Yah kopi, silahkan tertawa jika ini lucu.
Memang harus aku akui, aku tak pernah lihai dalam urusan beginian. Di samping faktor ekonomi, pun juga faktor kegantengan begitu berpengaruh besar dalam hal ini. Ya, Pria kere kurang kerjaan yang mengharapkan balasan cinta dari putri guru sekolahnya dulu. Harapan yang menjulang terlalu tinggi, bahkan angin muson timur pun sungkan menggoyangkan tangkai harapan itu. Mungkin khawatir si bocah kuprut jatuh terlalu dalam. Dan tak sanggup menerima kenyataan. Terima kasih angin. Terima kasih kopi. Terima kasih kamu.
